Main tebak-tebakan yuk.
Apa yang bikin kamu deg-degan ketika nama
kamu dipanggil? Gebetan.
Apa yang bikin kamu rela ngantri demi dapet
giliran? Ngantri tanggal jadian.
Apa yang bikin kamu engga tenang tidur
semalaman? Chat cuma di read.
Apa yang bikin kamu kepikiran berhari-hari,
siang dan malam? Kabar si doi.
Jawabannya: TENTAMEN!
Iya. Tentamen Anatomi.
Itu sih, kalau kata anak-anak Kedokteran.
Hari sebelum-sebelumnya kepikiran gimana
nanti tentamennya. Malemnya, bikin gelisah engga tidur takut besok
kenapa-kenapa, enggak bisa ngerjain. Pas hari H, rela ngantri panjang demi
namanya dipanggil, dan ketika namanya dipanggil, langsung serentak keringat dingin,
jantung deg-degan kenceng banget sampe kebelet. Ya begitulah.
Tapi bagaimana lagi, sudah akan menjadi
budaya baru bagi kami, untuk tiga tahun setengah yang akan datang.
Hari yang paling tidak tentram sejak awal
Blok 1.3 dimulai.
Masih harus masuk jam delapan pagi, demi
ngisi absen Kuliah Pakar Histologi, walau mata masih merem-melek karena gundah
gelisah semalaman.
Siangnya, jam sepuluh, ada jadwal tutorial
rutin, dan Mini Kuis. Ya Allah. Inikah yang dinamakan dilema?
Seusai dhuhur, tepatnya jam tiga belas,
ujian akhir Praktikum Anatomi dimulai. Lokasinya di Laboratorium terpadu FK UII
(baca: gedung abu-abu kubus, pas banget kaya dadu raksasa). Diawali dengan
Responsi, ujian tulis anatomi yang terdiri dari empat puluh macam soal, dan
dijawab dengan empat ratus macam doa. Tsaah.
Setelah mini kuis, responsi yang susahnya
bukan main, ternyata cobaan belum berakhir. Cobaan terberat ada di penghujung
hari: Tentamen.
Ini dia nih, yang berhari-hari mengusik
ketenangan.
Akhirnya, kita mengantri juga. Kita:
mahasiswa kedokteran, berbaris--ada juga yang duduk meratapi nasib yang dibalut
jas putih, mengantri sampai nama kita dipanggil. Dengan modal tinta ballpoint,
dan ingatan yang diharapkan masih tergantung dalam memori, serta doa dan
sepercik keberanian, kami menanti untuk akhirnya mengamati probandus, dan
menorehkan apa yang kita lihat, sesuai pengetahuan kita--itu pun kalau
tahu--dengan tinta ballpoint ke selembar kertas putih.
Dua
soal,
Empat
belas,
Dua
puluh tiga,
Tiga
puluh,
Tiga
puluh enam,
Tiga
puluh delapan,
Empat
puluh.
Alhamdulillah, empat puluh soal sudah
terlewati, sudah terisi.
Satu persatu dari kami ke luar dari ruang
laboratorium anatomi dengan cucuran keringat yang luar biasa. Campur aduknya
perasaan, harap-harap cemas dengan apa yang mungkin secara tidak sadar kita
tulis di atas kertas.
Perjuangannya sudah, sekarang, tinggal
memperbanyak doa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar