Tentamen lagi.. Tentamen lagi...



Main tebak-tebakan yuk.

Apa yang bikin kamu deg-degan ketika nama kamu dipanggil? Gebetan.
Apa yang bikin kamu rela ngantri demi dapet giliran? Ngantri tanggal jadian.
Apa yang bikin kamu engga tenang tidur semalaman? Chat cuma di read.
Apa yang bikin kamu kepikiran berhari-hari, siang dan malam? Kabar si doi.

Salah semua. Jangan baper.
Jawabannya: TENTAMEN!
Iya. Tentamen Anatomi.
Itu sih, kalau kata anak-anak Kedokteran.
Hari sebelum-sebelumnya kepikiran gimana nanti tentamennya. Malemnya, bikin gelisah engga tidur takut besok kenapa-kenapa, enggak bisa ngerjain. Pas hari H, rela ngantri panjang demi namanya dipanggil, dan ketika namanya dipanggil, langsung serentak keringat dingin, jantung deg-degan kenceng banget sampe kebelet. Ya begitulah.

Tapi bagaimana lagi, sudah akan menjadi budaya baru bagi kami, untuk tiga tahun setengah yang akan datang.

Rabu, 21 Januari 2014.
Hari yang paling tidak tentram sejak awal Blok 1.3 dimulai.
Masih harus masuk jam delapan pagi, demi ngisi absen Kuliah Pakar Histologi, walau mata masih merem-melek karena gundah gelisah semalaman.
Siangnya, jam sepuluh, ada jadwal tutorial rutin, dan Mini Kuis. Ya Allah. Inikah yang dinamakan dilema?

Seusai dhuhur, tepatnya jam tiga belas, ujian akhir Praktikum Anatomi dimulai. Lokasinya di Laboratorium terpadu FK UII (baca: gedung abu-abu kubus, pas banget kaya dadu raksasa). Diawali dengan Responsi, ujian tulis anatomi yang terdiri dari empat puluh macam soal, dan dijawab dengan empat ratus macam doa. Tsaah.

Setelah mini kuis, responsi yang susahnya bukan main, ternyata cobaan belum berakhir. Cobaan terberat ada di penghujung hari: Tentamen.
Ini dia nih, yang berhari-hari mengusik ketenangan.
Akhirnya, kita mengantri juga. Kita: mahasiswa kedokteran, berbaris--ada juga yang duduk meratapi nasib yang dibalut jas putih, mengantri sampai nama kita dipanggil. Dengan modal tinta ballpoint, dan ingatan yang diharapkan masih tergantung dalam memori, serta doa dan sepercik keberanian, kami menanti untuk akhirnya mengamati probandus, dan menorehkan apa yang kita lihat, sesuai pengetahuan kita--itu pun kalau tahu--dengan tinta ballpoint ke selembar kertas putih.

Satu soal,
Dua soal,
Empat belas,
Dua puluh tiga,
Tiga puluh,
Tiga puluh enam,
Tiga puluh delapan,
Empat puluh.
Alhamdulillah, empat puluh soal sudah terlewati, sudah terisi.




Satu persatu dari kami ke luar dari ruang laboratorium anatomi dengan cucuran keringat yang luar biasa. Campur aduknya perasaan, harap-harap cemas dengan apa yang mungkin secara tidak sadar kita tulis di atas kertas.
Perjuangannya sudah, sekarang, tinggal memperbanyak doa.

Bismillah, semoga hasilnya memuaskan. Karena Allah menjanjikan, hasil akan terbayar sesuai dengan betapa besar perjuanganmu. Amien. Tsaah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar